Jakarta -
Suatu ketika para anggota dewan reses untuk kembali ke konstituen,
geliat kegiatan di sekitarnya tak ikut reses. Lalu-lalang kendaraan
melintas seperti memang sudah sewajarnya di sekeliling gedung berbentuk
seperti tempurung kura-kura itu.
Tersembunyi di balik kemegahan
wakil rakyat terselip hunian seorang tukang tambal ban. Rambut kusut,
wajah sangar, baju kumal, tapi tak berkorelasi sama sekali dengan
pribadi Erwin Purba (62) yang gemar menolong orang lain.
“Malam
di sini gelap, sepi. Tapi banyak orang yang nunggu bus di halte situ.
Nggak jarang ada orang ditodong kalau malam-malam sepi. Biasanya diminta
tas sama HP nya. Belum lama ini juga ada yang begitu,” kata Erwin di
pinggiran lalu lalang kendaraan melintasi Jl Raya Palmerah, Jakarta di
siang hari Selasa (15/4/2014).
Tapi siang itu nampak seperti
aman-aman saja, orang-orang sibuk menghilangkan kesibukan rutin yang
sekiranya menghantui mereka. Tak terpikir bagi siapapun berbuat jahat di
tengah kesibukan orang-orang masa kini.
“Waktu itu sekitar jam
11 malam. Polisi yang patroli tidak ada, tapi ada cewek ditodong pakai
pisau sama dua orang. Cewek itu teriak pas saya lagi tidur. Dengar
begitu saya langsung bangun dan ambil golok yang biasa saya pakai buat
potong-potong ban bekas. Saya teriak ke penodong itu, ‘apa-apaan ini?
Cari masalah jangan di sini. Kalau mau kita satu lawan satu’, pikir saya
cuma ada dua kemungkinan antara saya yang celaka atau penodong itu,”
cerita Erwin.
“Sekali pukul sama saya, penjahat itu langsung
masuk ke selokan itu. Saya pukul dua sampai tiga kali sehabis itu saya
bawa ke Polsek Tanah Abang. Sudah beberapa kali saya begitu dan polisi
juga menganggap saya sebagai teman. Karena mungkin kalau ada polisi, si
penjahat tidak muncul jadi susah ditangkap,” kata Erwin.
Keberanian
Erwin tak begitu saja dia dapatkan dari pinggir jalan. Adalah masa lalu
kelam yang mengawali keberanian melawan orang jahat. Sebuah masa lalu
yang tak ingin lagi dia ulangi.
“Dulunya saya preman. Makanya saya bisa tahu gelagat orang mau berbuat
jahat karena saya juga dari dunia gelap itu. Saya dulunya kerja di
diskotik di Mangga Besar. Tugas saya mengamankan orang-orang yang nyari
ribut di kelab malam. Atau kadang juga mengamankan cewek-cewek yang
begitu itu. Tapi gaji sama risiko nyawa tidak sebanding,” kata Erwin.
Bukan
itu saja, enam kali sudah Erwin menjadi pelanggan hotel prodeo karena
kasus-kasus kekerasan. Masih untuk kata Erwin korban-korban dia tak ada
yang sampai meninggal dunia. Paling-paling ambulans datang dan seminggu
kemudian si korban dipulangkan, dan pastinya kedua tangan Erwin sudah
dililitkan besi oleh polisi.
“Awalnya sih si Bos selalu
mem-backing-i, jadi paling ancaman dua sampai tiga tahun tapi vonis 10
bulan. Namanya penjahat seperti kita dulu itu tidak takut kalau sekedar
ancaman hukuman. Kita cuman nungguin vonis saja lalu masuk penjara.
Begitu keluar ya balik lagi,” ucap Erwin.
Terakhir kali dia
dipenjara bukan kasus kekerasan yang melibatkan kawanan preman diskotik.
Terpaksa dia merampok rumah dengan kekerasan untuk membayar biaya rumah
sakit sang istri sebesar Rp 3 juta.
“Kena pasal 365, dikurung 2
tahun. Itu saya tertangkap gara-gara dicepuin sama teman saya sendiri.
Waktu itu ceritanya saya cari pinjeman ke mana-mana termasuk pegadaian
tidak dapat. Malah teman-teman saya yang penjahat ngasih duit dengan
ikhlas tapi ditotal baru dapat Rp 800.000, masih kurang. Lalu salah satu
teman saya ngajak ngerampok rumah kosong di Tambun, Bekasi. Jadilah
saya merampok demi mengeluarkan istri dari rumah sakit,” kata Erwin.
Keluar
dari penjara itu sang istri pun memohon kepada Erwin untuk segera
insyaf dan tak mengulangi lagi perbuatannya. Lebih baik bekerja
kecil-kecilan, tak perlu memberi mimpi miliuner, asalkan uang halal dan
layak untuk dibelikan makanan.
“Istri juga mengingatkan kalau
saya sudah mualaf dan harusnya menjalankan ajaran dengan benar, jangan
main-main. Pas itu tiba-tiba kawan lama saya sama-sama orang Medan
nawarin untuk jagain tempat tambal ban dia ini. Tapi karena tidak punya
uang untuk menggaji, makanya hasilnya dibagi sama rata. Misalkan satu
hari saya dapat Rp 100.000, maka hak saya Rp 50.000,” tutur Erwin.
Bertekad
tak mengulangi aksi jahatnya, Erwin pun berniat menebus kesalahan
dengan membantu penegak hukum. Tak dibayar pun tak mengapa yang penting
menjadi berguna bagi masyarakat sekitar.
“Tidak seperti orang
yang mengaku wakil rakyat di belakang sana tapi kerjanya tidur sama
bolos, saya rasa lebih terhormat saya,” ujar lelaki yang menjadi seperti
pahlawan dari dunia kegelapan itu.
Bagus Prihantoro Nugroho - detikNews
Home »
Media Sosok
,
Media Utama
,
Wong Cilik
» Di Balik DPR, Tukang Tambal Ban Eks Preman Jadi Pemberantas Kejahatan
Di Balik DPR, Tukang Tambal Ban Eks Preman Jadi Pemberantas Kejahatan
Written By Media Utama Net on Tuesday, April 22, 2014 | 9:37 PM
Label:
Media Sosok,
Media Utama,
Wong Cilik
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !